Mewujudkan Persekutuan dalam Keadilan dan Perdamaian

Renungan Minggu Ini

Minggu, 23 September 2012 (Minggu Biasa)

"MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN DALAM KEADILAN DAN PERDAMAIAN "

 (Yakobus 3:13 – 4:3, 7-8a; Markus 9:30-37)

 Kehidupan manusia diwarnai oleh sengsara. Secara ringkas, sengsara adalah keadaan tidak seperti yang diinginkan. Kita cenderung menolak sengsara dan ingin agar semuanya berjalan seperti yang kita inginkan atau tentukan. Maka adalah sesuatu yang menggembirakan jika kita menyadari bahwa Yesus diserahkan ke dalam sengsara dan melalui sengsara itu menyempurnkan perutusan ilahi-Nya di dunia ini. Ini adalah kabar gembira bagi dunia yang mati-matian merindukan keutuhan.

Saat Yesus diserahkan kepada orang-orang yang memperlakukan-Nya semau-mau mereka adalah titik balik dalam karya pelayanan Yesus: dari karya masuk ke dalam sengsara. Sesudah beberapa tahun mengajar, berkhotbah, menyembuhkan, dan bergerak ke tempat-tempat yang dikehendaki-Nya sendiri, Yesus diserahkan kepada musuh-musuh-Nya. Ia tidak lagi mengerjakan hal-hal besar, tetapi ”dikerjakan”. Ia disesah, dimahkotai duri, diludahi, ditertawakan, dicemooh, dilucuti pakaian-Nya, dan akhirnya disalibkan. Ia tidak berdaya, menjadi korban perlakuan orang lain yang kejam. Sejak Ia diserahkan, sengsara-Nya dimulai dan dalam sengsara-Nya itu Ia memenuhi panggilan perutusan-Nya.

Allah ingin memberikan kegembiraan bukan kemalangan, damai bukan perang, kesembuhan bukan penderitaan. Karena itu kita harus mau bertanya kepada diri kita sendiri, apakah di tengah-tengah kemalangan dan penderitaan atau sengsara kita dapat melihat kehadiran Allah yang mencintai? Apakah kita juga terbuka untuk memperbaharui pemahaman kita tentang doa? Doa bukan hanya berpikir tentang Allah, tetapi berada bersama Allah. Jikalau kita mesti menjalani pelayanan yang orang lain tidak mau melakukannya karena jauh dari prestise manusiawi, apakah kita tetap percaya bahwa sedang bersama Allah?