majelis gkj bekasi timur MENGUCAPKAN“Selamat Datang dan Selamat Bersekutu!”
Selamat datang dan selamat bersekutu kepada seluruh warga jemaat dan tamu dalam media Online ini. Apabila Bapak/Ibu/Saudara membutuhkan pelayanan khusus, dipersilakan untuk menghubungi Majelis di Ruang Konsistori setelah ibadah usai. Kiranya Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, memberkati Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian.
Renungan Minggu Ini
Minggu 15Maret2020
(Minggu Ketiga,Minggu Pra Paska III)
“BAGAIMANA MENGHADIRKAN KRISTUS DALAM MASYARAKAT YANG MAJEMUK?”
Hari ini kita diajak untuk menggumuli pertanyaan besar mengenai bagaimanaagar memiliki keberanian untuk berbicara tentang pengalaman iman otentik akan Yesus di tengah masyarakat majemuk. Jemaat Roma saat itu tentu hidup dalam masyarakat yang majemuk dalam perbedaan dalam hal keyakinan pun tradisi. Perbedaan itu tak jarang menimbulkan tentangan, aniaya dan penolakan. Hal demikianlah yang dialami oleh jemaat Kristen di Roma. Terhadap hal itu, Paulus memberikan penguatan agar umat tetap hidup dalam Kristus meski kematian adalah risiko yang ditanggung. Paulus mengingatkan bahwa Kristus sendiri mengalami penderitaan demi tujuan rekonsiliasi antara manusia dan Allah. Penderitaan dimaknai dalam pola pikir yang positif sehingga umat juga terdorong untuk menerima situasi buruk yang dialaminya dalam rangka rencana yang lebih besar sebagai cara Allah menunjukkan kasih-Nya bukan hanya atas dirinya, namun juga orang lain.
Kasih yang sama juga ditunjukkan oleh Yesus dalam perjumpaan-Nya dengan perempuan Samaria. Di sini kita melihat bagaimana cara Yesus melibatkan orang yang berbeda tradisi dan pandangan, baik dalam budaya dan kepercayaan, untuk turut serta mengusung misi Kerajaan Allah. Kisah ini merupakan contoh model multiple dialogis dalam perjumpaan. Di situ ada perjumpaan antara perempuan Samaria dengan Yesus, juga antara perempuan Samaria dengan masyarakat Samaria dan masyarakat Yahudi. Perempuan Samaria ini akhirnya menjadi pribadi yang percaya diri bersaksi tentang Yesus sebagai air kehidupan kekal di tengah masyarakat heterogen, Samaria dan Yahudi. Usai percakapan mendalam dengan Yesus membuatnya memiliki keberanian baru, menjalani hidup terbuka di tengah masyarakat. Pengala-man ini diterima apa adanya oleh orang lain yang berbeda suku dan cara hidup keagamaannya justru menolong perempuan Samaria menjadi dirinya sendiri di tengah masyarakat Samaria. Bagaimana dengan kita, beranikah kita berbicara tentang pengalaman iman otentik akan Yesus di tengah masyarakat kita yang majemuk meskipun penderitaan adalah risikonya?
We have 3 guests and no members online